Selasa, 29 Oktober 2013

Panorama Situs Bumi Kabuyutan (Garut)

Garut merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi alam dan budayanya, salah satunya yaitu Situs Kabuyutan Ciburuy (Garut).
Ketika saya memasuki Bumi kabuyutan dirasakan suasana yang tenang dengan pemandangan yang bersih dan  pohon-pohon yang membuat tempat disana menjadi teduh dan sejuk.
Situs Ini terletak di kampung Ciburuy, Desa Pamalang, kec. bayongbong. Apabila ditempuh dari kota kecamatan kira-kira 3,5 km menuju ke arah tenggara, sedangkan jarak dari pusat kota kurang dari 17 km.
Situs Kabuyutan Ciburuy bagaikan museum mini yang menyimpan benda cagar budaya. Ada 3 rumah adat di sana, yaitu Bumi Padaleman, Bumi Patamon dan Lumbung Padi (Leuit). Bumi padaleman menyimpan benda-benda berupa naskah kuno daun lontar dan nipah. Sedangkan Bumi Patamon tempat menerima tamu.
Keika di temui di dekat kediamannya Ujang sebagai kuncen menuturkan bahwa Situs Bumi Kabuyutan Ciburuy (Garut) merupakan situs peninggalan Prabu Siliwangi/masa Hindhu/Budha sekitar abad ke15, pada saat itu bumi kabuyutan dipakai sebagai tempat tinggal para wiku.  Kemudian dilanjutkan oleh anaknya Kian santang sambil menyebarkan Islam. Selain tempat Istirahat para wiku Bumi Kabuyutan juga sebagai tempat perlindungan naskah-naskah yang diduga ditulis para wiku di Bumi Padaleman itu.
Disebut Bumi Kabuyutan? Karena Pada masa pra Islam di tatar sunda dikenal suatu tempat yang disebut dengan Kabuyutan (mandala). Kabuyutan atau mandala adalah sebuah tempat khusus yang diistimewakan untuk kegiatan keagamaan dan intelektual.
Ada yang menarik yang terdapat di Situs Arkeologi Bumi kabuyutan, karena disana ada tiga bangunan yang terdapat di dalamnya
Yang pertama, Bumi Patamon yaitu tempat menerima tamu.
Kedua, Leuit yaitu tempat menyimpan padi, dan ketiga Bumi Padaleman terdapat didalamnya berbagai macam peninggalan karuhun seperti trisula, mata tombak, genta, naskah dsb.
            Diperkirakan, bahwa bisa jadi bumi padaleman itu pada zaman dulu dipakai sebagai tempat para wiku Budha/hindhu untuk menulis naskah.
Adanya Pro-Kontra di kalangan masyarakat mengenai Situs bumi Kabuyutan Ini karena dipandang sebagai tempat keramat yang dipakai sebagai tempat tapa, dan setiap setahun sekali diadakakan sebuah tradisi.
            Setiap pengunjung yang datang tidak diperbolehkan melihat naskah-naskah dan berbagai macam peninggalan karuhun lainnya yang tersimpan di bumi padaleman dan Leuit. Akan tetapi setiap pengunjung diperbolehkan melihat naskah-naskah tersebut ketika Ada Upacara seba yang dilaksanakan setiap setahun sekali, tepatnya pada bulan Muharram Upacara ritual tersebut dilaksanakan pada hari Rabu, minggu ke-3 bulan Muharam pada malam kamis pukul 19.30.
Perkembangan keadaan Situs Bumi Kabuyutan tentunya lebih baik daripada sebelumnya,karena adanya perhatian dari pengelola (Kuncen) , dan adanya perhatian dari Dinas Pariwisata meskipun perhatian yang diberikannya sangat minim. Situs Bumi Kabuyutan ini diresmikan oleh dinas Pariwisata pada tahun 1982.

Sumber : Dedeh Nurjannah/Red
Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam 
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sejarah Singkat Kabupaten Garut


Berdirinya sebuah wilayah administratif yang saat ini ada dari sekian wilayah baik itu daerah ingkat Kabupaten, Kota ataupun Provinsi tidak terlepas dari andil penguasa Hindia-Belanda pada saat Indosesia masih ada dalam zaman penjajahan. Masa Penjajahan inilah yang memberikan banyak perubahan terhadapa wilayah di Indonesia. Sebagai contohnya Kabupaten Garut atau pada masa kerajaan merupakan wilayah Pasundan dan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Dalam perjelanannya Garut akhirnya jatuh ketangan Penjajah Hindia-Belanda setelah Penjajahan Hindia-Belanda mulai menguasai hampir seluruh pulau Jawa.  
 Kabupaten Garut merupakan salah satu wilayah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Yang memiliki Latar Belakang Historis yang sangat panjang, bukan hanya dimasa setelah kemerdekaan, tetapi juga pada masa kolonial Hindia-Belanda dimana Garut lahir dan berdiri sebagai sebuah wilayah Adminitratif karena adanya campur tangan pemrintah Hindia-Belanda.
Perjalanan Kabupaten Garut menggantikan wilayah Kabupaten Limbangan merupakan peristiwa sejarah yang harus kita ketahui, bukan hanya sebagai seseorang yang tinggal di Garut maupun yang berasal dari rumpun atau etnis Sunda, tetapi juga merupakan khazanah Sejarah Indonesia masa Penjajahan Hindia-Belanda.
Sejarah Ibukota atau pusat pemerintahan kabupaten Garut berawal di wilayah Limbangan (Balubur Limbangan), namun atas alasan ekonomi saat itu yakni akibat surutnya perkebunan produksi kopi dari daerah Limbangan menurun hingga titik paling rendah nol, membuat  Jendral Herman. Denddles membubarkan wilayah administratif Kabupaten Limbangan. Dan sebagai gantinya dua tahun setelah itu yakni sekitar tahun 1813, Gubernur Jendral Hindia Belanda Raffles (1811-1816) mengeluarkan Surat Keputusan tentang pembentukan kembali Kabupaten Limbangan dengan ibukota administratif pemerintahan pertama di Suci dengan Bupati pertamanya RA Adiwidjaja 1813-1818.
Dalam catatan sejarah Kabupaten Garut, Ibukota Kabupaten Garut sempat terjadi lagi perpindahan ibukota dari Suci lalu kemudian ke Garut Kota sampai saat ini. Kepindahan dari Suci ini dengan alasan Sumber Air sebagai penunjang kebutuhan Ibukota administratif.
Berdasarkan uraian tersebut, Metodologi penulisan yang digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai bagaimana Proses Perpindahan Kabupaten Limbangan menjadi Garut 1813 adalah dengan menggunakan metode historis atau metode sejarah. Sebagaimana ditemukan (Gottschalk: 1986: 32) metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, dengan menempuh proes rekontruksi tentang masa lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan data yang diperoleh. Disamping itu, Kuntowijoyo menyatakan bahwa metode sejarah adalah suatu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan penyajian sejarah (Kuntowijoyo: 2003: 28-30). Penulis ingin lebih mengungkap bagaimana proses perpindahan kabupaten Garut menjadi Limbangan 1813 sebagai sebuah khazanah kabupaten Garut.


Biografi Of Abd Al Rauf Al Sinkili

      A.    Biografi Abd Al-Rauf Al Singkili (1024-1105/1615-1693)

Abd Al-Rauf Al-Sinkili atau  dengan nama lengkap Abd Al-Rauf bin Ali al-Falansuri Al-Sinkili, diperkirakan lahir pada tahun 1024 H (1615 M) menurut saran dari Ringkes setelah melakukan kalkulasi berdasarkan waktu kembalinya Abd Al-Rauf Al-Sinkili dari Timur Tengah ke Aceh.[1]
Banyak pendapat mengenai Abd Al-Rauf Al-Sinkili, salah satunya adalah bahwa beliau merupakan seorang pendatang dari negeri Arab yang menikahi seorang wanita pribumi asal Fansur (Barus). Sebuah kota pelabuhan penting di Sumatra Barat yang juga menjadi daerah penghasil kapur barus, dimana kota tersebut merupakan pusat pengkajian Islam dan titik penghubung antara Islam melayu dengan Islam di wilayah Asia Barat dan Asia Selatan.[2]
Namun, dari Peunoh Daly yang dikutip oleh Azyumardi mengatakan bahwa ayah Al-Sinkili , Syekh Ali (Al-Fansuri) adalah seorang Arab yang telah menikahi seorang wanita setempat dari Fansur bertempat tinggal di Singkel, yang lalu melahirkan seorang anak yang diberi nama Abd Rauf.[3]
Pendapat lain menyebutkan bahwa Abd Al-Rauf Al-Sinkili berasal dari keturunan Persia, dimana nenek moyangnya yang mengadakan perjalanan dagang datang ke Kesultanan Samudera Pasai pada akhir abad ke 13.[4] Menurut Hamji lebih jauh menambahkan bahwa Ayah Al-Sinkili adalah kakak laki-laki dari Hamzah Al-fansuri.[5] Kebenaran mengenai Al-Sinkili benar-benar merupakan keponakan dari Hamzah Al-Fansuri masih di belum diyakini oleh Azyumardi azra, karena tidak ada sumber lain yang mendukung hal tersebut. Namun sepertinya mengenai adanya hubungan keluarga Al-Sinkili dengan Hamzah Al-Fansuri ini dapat dilihat dari karya-karya Al Fansuri yang masih tersisa, nama Al-Sinkili diikuti dengan pernyataan “...yang berbangsa Hamzah Fansuri.[6]
Awal pendidikan Abd Al-Rauf Al-Sinkili di mulai dari desa kelahirannya yang bernama Singkel, terutama dari Ayahnya yang dikenal sebagai seorang alim yang juga mendirikan sebuah madrasah serat mengajarkan ilmu-ilmu Agama, dimana tempat ini juga menarik murid-murid dari berbagai tempat dari kesultanan Aceh untuk menimba Ilmu di Singkel.[7]
Setelah belajar dari ayahna di Singkel, Al-Sinkili melanjutkan belajarnya ke Fansuri, yang memang merupakan pusat pendidikan Islam dimasa itu. Hal ini juga dijelaskan oleh Dakkard bahwa negeri ini adalah pusat penting dan merupakan pusat penghubung antara Islam Asia Barat dan Islam di wilayah Asia Selatan.[8]Menurut Hasjmi, Al Fansuri melakukan perjalanan untuk belajar ke Banda Aceh, Ibukota Kesultanan Aceh menuju Fansuri, dan Al-Sinkili belajar kepada Syamsuddin as-Sumatrani (Syams Al-Din as-Sumatrani) dan Hamzah Al Fansuri.[9] Tetapi menurut azyumardi, apabila perkiraan Rankes bahwa Al-Sinkili Lahir pada 1615 M/1024H, maka apa yang dikatakan Hasjmi tidak benar dan tidak mungkin Al-Sinkili bertemu dengan hamzah Al Fansuri, karena Hamzah Al Fansuri meninggal dunia sekitar tahun 1607M/1016H.[10]
Sebelum Abd Rauf Al-Sinkili pergi ke Arabia untuk meneruskan belajarnya, di Aceh saat itu sedang terjadi pertentangan antara golongan penganut Wujudiah dengan pengikut Al-Raniri.[11] Menurut Azyumardi, tidak ada hubungan sama sekali antara Al-Sinkili dengan Al-Raniri yang tinggal di Aceh pada masa sekitaran tahun 1047/1637 sampai 1054/1644-45. Tetapi Al-Sinkili mengetahui ajaran yang di bawa oleh Hamzah Al-fansuru dan Syams Al-Din serta fatwa dan penganiayaan yang dijatuhkan oleh Al-Raniri kepada pengikut mereka. Pemikiran Al-Sinkili juga tidak berpihak kepada siapapun, ini terlihat dari karya-karya tulisnya yang berbeda tetapi tidak menentang dengan Hamzah Al Fansuri dan Syams Al Din. Al-Sinkili juga memiliki sikap yang sama terhadap Al-Raniri, namun dia hanya secara tidak langsung mengkritik cara pembaharuan yang dilakukan oleh Al-Raniri, dan tidak menentang mengenai ajaran-ajaran secara umum yang dibawa oleh Al-Raniri.[12]

Gerakan Budi Utomo 1908

A.  Lahirnya Budi Utomo
Lahirnya gerakan Budi Utomo pada tahun 1908 sejalan dengan keadaan pada awal abad 20, dimana pada awal abad ini wilayah Asia telah terjadi semangat nasionalisme yang membara seperti yang terjadi di Cina pada tahun 1911.[1]  
Dengan moto untuk meningkatkan martabat rakyat, Dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa di Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi rendahan, dalam tahun 1906 dan 1907 mulai mengadakan kampanye di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Walaupun kampanye tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, hasilnya tetap ada, seperti di daerah Jawa Tengah sendiri sejak itu terbuka kemungkinan adanya kerja sama di antara pejabat pribumi.[2]
Gagasan berdirinya Budi Utomo diawali saat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 1906-1907 yang melakukan perjalanan Propagandanya dengan menggagas berdirinya Studiefounds (beasiswa) sebagai langkah pertama dalam menjungjung harkat dan martabat bangsa, yang akhirnya membangkitkan semangat para pelajar STOVA (School tot Opleiding Van Indlandsche Artsen) dengan terbentuknya Budi Utomo pada tahun 1908.[3] Berdirinya organisasi ini dimotori oleh para pelajar STOVIA atau sekolah dokter pribumi di Batavia (sekarang Jakarta), yaitu Dr. Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembreg, Mohammad Saleh, Soelaeman dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908.[4] Organisasi ini bahkan merupakan organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia dan hari jadinya pada tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).[5] 
Lahirnya Budi Utomo juga didasari atas rasa kebangsaan, dimana kebangsaan tumbuh daripada para pelajar, sedangkan pada waktu itu Orang yang dapat membaca dan menulis baru 1,5% dari jumlah penduduk, jadi masih sangat sedikit. Soal kebangsaan hanya soal beberapa gelintir manusia terpelajar saja. Bahkan, karena itulah maka soal kebangsaan pada waktu itu perlu dibangkitkan, terutama di hati pelajar yang belum menyadarinya. Untuk sampai kepada rakyat, mereka harus dibebaskan terlebih dahulu dari buta huruf dan kepicikan berpikir.[6]
Organisasi ini berorientasi kepada gerakan Sosial, ekonomi, dan Kebudayaan. Namun gerakan ini tidak berorientasi kepada gerakan politik, karena saat itu gerakan politik dilarang oleh pemerintah Hindia-Belanda. Namun dalam pergerakan Budi Utomo ini hanya meliputi wilayah Pulau Jawa  dan Madura.
Budi Utomo yang menjelmakan gagasan untuk mencapai kemajuan dan perkembangan yang harmonis di Hindia Belanda serta memusatkan perhatian kepada perluasan pengajaran, perkembangan teknik dan industri, serta revivalisme budaya pribumi, tidak merupakan ancaman politik terhadap pemerintahan kolonial, sehingga anggaran dasamya segera disetujui pemerintah pada tanggai 28 Desember 1909.[7]
[url=https://www.auroramine.com/?ref=40416][img]https://www.auroramine.com/assets/images/banner/b2.gif[/img][/url]