Kamis, 30 Agustus 2012

Turki Ottoman (Turki Utsmani)


A.    Masa Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani (1289-1924 M)
Kerajaan Turki Utsmani yang bekuasa sejak abad ke 13, merupakan kerajaan yang didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina. Dalam jangka waktu tiga abad mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Skitar abad kesembilan atau kesepuluh mereka masuk Islam, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Namun dibawah tekanan serangan Kerajaan Mongol mereka kemudian melarikan menuju daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah saudara-saudar mereka sendiri pada abad ke 13. Lalu dibawah kepemimpinan Erthogul, mereka mengabdikan diri kepada Kerajaan Saljuk dibawah Sultan Allaudin II. Dari sinilah ketika kekalahan Bani Saljuk kalah oleh Mongol dan Allaudin II pun terbunuh, Utsman  pun mengambil alih kekuasaan yang telah vacum. Disinilah dari nenek moyang mereka yang pertama yaitu Sultan Utsman ibnu Sauji Ibnu Orthogol Ibnu Sulaiman Syah Ibnu Kia Alp, Kerajaan Turki Utsmani berkembang.[1]
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Utsmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi karena Turki Utsmani merupakan sebuah dinasti yang sangat besar dan kuat, maka kemunduran yang terjadi tidak langsung berimbas langsung pada kerjaan. Sultan Sulaiman Al-Qanuni yang digantikan oleh Salim II (1566-1573 M). Dimana pada masa pemerintahan Salim II ini terjadi pertempuran antara Armada laut Kerajaan Utsmani dengan pasukan Armada laut kristen, yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, Bundukia, Sir Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin oleh Don Juan dari Spanyol. Pertempuran laut itu terjadi di Selat Liponto (Yunani), dalam pertempuran ini Armada laut Turki mengalami kekalahan yang sangat besar dan mengakibatkan Tunisia direbut oleh Pasukan Kristen. Kemudian baru pada masa Murad III (1574-1595 M), walaupun pada masa Sultan Murad ini memimpin memiliki sifat yang jelek dengan memiliki hawa nafsu yang sangat besar, tetapi pada tahun 1575 M di bawah kepemimpinanya Tunisia dapat di ambil alih kembali.[2] Kerajaan Turki Utsmani berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M).
Turki Utsmani juga menagmbil alih kembal Tabriz, ibikota Safawi, menundukan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.[3] Namun akibat dari sifat Sultan yang jelek mengakibatkan munculnya banyak kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini juga semakin bertambah ketika Sultan Muhammad III (1595-1603 M) berkuasa dan membunuh 19 saudara laki-lakinya dan 10 janda-janda ayahnya, untuk kepentingan pribadinya.[4] Oleh sebab inilah Austria berhasil memanfaatkan situasi, berhasil mengalahkan Kerajaan Utsmani. Setelah Sultan Muhammad III digantikan oleh Sultan Ahmad I (1603-1617 M), sempat berhasil kembali berjaya. Namun karena kejayaan turki Utsmani di mata bangsa Eropa telah mengalami kemunduran membuat Kerajaan Turki Utsmani tidak bisa berbuat banyak. Sultan Ahmad I pun digantikan oleh Sultan Mustafa I (1617-1618 M). Dimana pada masa pemerintahannya semua kekacauan dan gejolak politik yang ada didalam negeri membuatnya harus turun tahta dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Syeikh Al-Islam dan digantikan oleh Usman II (1618-1622 M). Meskipun telah digantikan oleh Sultan Usman II, Sultan belum bisa memperbaiki keadaan Turki Usmani. Sampai akhirnya bangsa Persia terlepas dari Kerajaan turki Utsmani karena berbalik dan menyerang untuk melepaskan diri dari wilayah kekuasaanya.[5] Karena kekuasaan Usman di tumbangkan oleh pasukan Jenissari, kekuasaan diambil alih kembali oleh Mustfa I (1622-1623 M).
Kerajaan Turki Utsmani mulai mengalami perbaikan secara signifikan pada masa pemerintahan Sultan Murod IV (1623-1640 M), dengan cara melakukan langkah-langkah perbaikan dalam hal menyusun dan menertibkan pemerintahan. Sultan Murod IV juga berhasil menenangkan keadaan dalam negeri dan juga berhasil menguasai pasukan jenissari yang pernah menumbangkan pemerintahan Sultan Utsman II. Akan tetapi masa kekuasaan Sultan Murod IV berakhir sebelum situasinya berhasil membaik secara menyeluruh.
Sultan Murod IV kemudian digantikan oleh Sultan Ibrahim (1640-1648 M). Namun pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim, Turki Utsmani kembali mengalami kemunduran lagi. Pada tahun 1645, orang-orang Venetia melakukan perlawanan dan berhasil mngusir orang-orang Turki Utsmani dari Cyprus dan Creta. Kekalahan itu membuat Muhammad Koprulu (nama daerah di Kopru dekat Amasia di asia Kecil) menjadi seorang wazir atau Shadr Al-A’zham (perdana menteri) diberikan kekuasaan yang absolut.[6]Muhammad Kopru mengembalikan peraturan dan berhasil mengonsolidasikan stabilitas dan keuangan negara.[7]
Muhammad Kopru meninggal pada tahun 1661 M, yang kemudian jabatanya di pegang oleh Ibrahim. Ibrahim yang menyangka bahwa pasukan Militernya sudah kuat kembali, melakukan penyerbuan ke wilayah Hongaria dan mengancam Vienna, akan tetapi perhitungannya meleset dan membuat kekalahan secara berturut-turut.[8]  
Pada tahu 1683,  Turki Utsmani melakukan penyerangan ke benteng Wina, namun mengalami kekalahan yang membuat bangsa Eropa merasa bahwa Kerajaan Turki Utsmani telah benar-benar lemah. Oleh karena itu, bangsa Eropa melakukan serangan-serangan terhadap Kerajaan Turki utsmani, yang membuat wilayah Turki Utsman yang besar mulai terlepas sedikit demi sedikit dikuasai oleh bangsa Eropa.[9]
Akibat dari kegagalan merebut kota Wina pada tahun 1683 itulah yang membuat peranan Kerajaan Turki Utsmani berubah di medan perang, dan dari saat itulah Kerajaan turki utsmani hanya mampu melakukan pertahanan dari serangan luar, dan tidak berdaya melaukan penyerangan.[10]
Pada tahun 1699 M, terjadi perjanjian “Karlowith” yang membuat Sultan harus menyerahkan seluruh wilayah hongaria, sebagian besar Solvenia dan Kroasia kepada Hapsburg dan hemenietz. Sedangkan Podolia, Ukraina, morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venetia.[11] Pada tahun 1770, tentara Rusia mengalahkan Armada kerajaan Usmani disepanjang pantai Asia kecil. Akan tetapi tentara Rusia ini dapat dikalahka kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774).

Sultan Abd Al-Hamid (1774-1789 M), merupakan saudara Mustafa III yang juga sebagai penggantinya yang  lemah, membuat Usmani kembali merosot. Tidak lama setelah naik tahta di daerah “Kutluk Kinarja”, ia melakukan perjanjian dengan Ratu Catrine II dari Rusia. Dengan nama perjanjian “Kinarja” yang berisi: 1. Kerajaan Turki utsmani harus memberikan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia, dan harusm memberi izin terhadap Armada Rusia untuk melintasi selat  yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih, dan 2. Kerajaan Utsmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).[12]
Serangan yang di tukan terhadap Kerajaan Turki Utsmani tidak hanya datang dari Eropa, melainkan juga datang dari Timur, seperti di Mesir kelemahan-kelamahan Kerajaan Utsmani membuat Mamalik bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey pada tahu 1770 M, Mamalik berhasil berkuasa kembali di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun 1798 M.
  Kekacaun ini bukan hanya datang dari luar, tetapi juga datang dari dalam negeri sendiri, yaitu munculnya pemberontakan-pemberontaka oleh sebagian besar wilyah yang ingin terlepas dari Kerajaan Turki Utsmani.  Sampai akhirnya kerajaan Turki Usmani hanya sebatas wilayah Turki saat ini dan menjadi Negara Republik pada tahun 1924 M.[13]

B.       Faktor-Faktor Penyebabkan Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani
1.      Wilyah Kekuasaan yang Sangat Luas
Administrasi suatu wilayah negara yang sangat luas akan membuat wilayahnya sangat luas dan komplek. Ditambah keadaan negara yang tidak kondusif serta penguasa yang memiliki ambisi besar memperluas wilayahnya, membuat aliran dana tersedot untuk peperangan, bukan untuk membangun negara yang lebih besar potensinya.[14] 
2.      Heterogenitas Penduduk
Turki Utsmani yang memiliki wilayah kekuasaan yang sangat besar membuat penduduk yang mendiami wilyah tersebut memiliki keaneka ragaman baik itu dari segi budaya, agama, etnis, dan ras. Dimana untuk mengatur ke heterogenitas tersebut memerlukan suatu sistem yang terorganisir dengan baik. Tanpa didukung dengan Administrasi yang baik, hal ini membuat Turki Utsmani hanya menaggung beban yang berat  akibat hal tersebut. Apalagi dalam bidang budaya dan agama, yang sering sekali membuat bnyak peperangan.  
3.      Kelemahan Para Penguasa
Setelah wafatnya sultan Sulaiman Al-Qonuni, para Sultan selanjutnya merupakan Sultan yang sangat lemah, baik dalam keperibadian bahkan dalam kepemimpinanya. Akibatnya pemerinthan menjadi kacau dan tidak dapat diatasi kembali secara sempurna.
4.      Budaya pungli
Budaya ini adalah budaya yang telah lama ada di dalam kerajaan turki Utsmani, dimana setiap orang yang akan mendapatkan jabatan harus memberikan “bayaran” (sogokan) kepada orang yang akan memberikan jabatan tersebut.
5.      Pemberontakan Tentara jenissari
Adanya pemberontakan tentara Jenissari paada tahu 1525 M, 1632 M, 1727, dan 1826 M yang merupakan tentara terkuat Turki Utsmani, yang sering menjadi penentu kemenagan Kerajaan Turki Utsmani.
6.      MerosotnyaEekonomi
Belanja Negara semakin terkuras untuk biaya perangn yang terus berlangsung. Sehingga membuat perekonomian merosot.
7.      Terjadinya Stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Teknologi
Akibat dari cara berpikir yang kolot dan tradisional, membuat Ilmu pengetahuan dan teknologi kurang berkembang. Akhirnya karena meskipun Militer Turki Utsmani yang sangat maju, namun apabila tanpa dibarengi dengan kemajuan Ilmu dan Teknologi membuat kerajaan ini tidak kuat melawan bangsa eropa yang telah maju dalam hal Ilmu dan Teknologi khusunya persenjataan. Stagnasinya ilmu pengetahuan ini sendiri dikarenakan adanya pemikiran yang bersifat tasauf yang dibawa oleh pemikiran filsafat Imam Al-Ghazali yang membuat menurunya semangat berfikir bebas.

C.      Implikasi Terhadap Prospek Islam di Dunia
Akibat dari kemundurannya Kerajaan Turki Islami, bahkan membawa pada Kehancurannya, menyebabkan pada masa selanjutnya, Islam berada dalam tekan-tekan yang tanpa segan menjajah dan menduduiki daerah-daaerah Muslim yang dulunya berada dibawah kekuasaan kerajaan turki Utsmani.[15] Sampai saat ini, dampak dari kehancuran Kerajaan turki Utsmani masih membuat wilayah-wilayah Islam dan kaum Muslimin ada dalam tekanan orang-orang Barat.
            Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa Islamyang sebelumnya jaya mengalami kemunduran. Islam lebih bersifat reaksioner terhadap kemajuan barat. Oleh karena itu penguasaan yang dilakukan barat membuka kembali mata umat Islam untuk melakukan transformasi dan kembali melakukan pemikiran-pemikiran serta membuka pintu Ijtihad seluas-luasnya.


[1] Badri Yatim.2008. Sejarah Peradaban Islam Dirasyah Islamiyah II. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, hlm. 129-130.
[2] Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. Hlm 163
[3] Dikutip oleh Yatim dalam  Hassan Ibrahim, Hassan.1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota kembang, hlm 328.
[4] Carl Brockmann.1982. History of Islamic Peoples. London: routledge & Kegan Paul, hlm 328.
[5] Badri Yatim.2008. Sejarah Peradaban Islam Dirasyah Islamiyah II. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, hlm. 164.
[6] Hassan Ibrahim, loc. Cit.
[7] Ibid., hlm 165
[8] Dedi Supriyadi, op. Cit. Hlm 250.
[9] L. Stodard., Loc. cit. hlm.26
[10] Philip k. Hitti. Loc. Cit 240.
[11] Hasan Ibrahim Hassan., Op. Cit. Hlm 340
[12] Carl Brockelmann, op. Cit., Hlm. 336
[13] Ibid, hlm. 166.
[14] Ahmad Syalabi. 1988. Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Utsmani. Jakarta: Kalam Mulya, hlm. 49-50. 
[15] Yatim. Op., cit. Hlm 169.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[url=https://www.auroramine.com/?ref=40416][img]https://www.auroramine.com/assets/images/banner/b2.gif[/img][/url]