Selasa, 29 Oktober 2013

Gerakan Budi Utomo 1908

A.  Lahirnya Budi Utomo
Lahirnya gerakan Budi Utomo pada tahun 1908 sejalan dengan keadaan pada awal abad 20, dimana pada awal abad ini wilayah Asia telah terjadi semangat nasionalisme yang membara seperti yang terjadi di Cina pada tahun 1911.[1]  
Dengan moto untuk meningkatkan martabat rakyat, Dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa di Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi rendahan, dalam tahun 1906 dan 1907 mulai mengadakan kampanye di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Walaupun kampanye tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, hasilnya tetap ada, seperti di daerah Jawa Tengah sendiri sejak itu terbuka kemungkinan adanya kerja sama di antara pejabat pribumi.[2]
Gagasan berdirinya Budi Utomo diawali saat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 1906-1907 yang melakukan perjalanan Propagandanya dengan menggagas berdirinya Studiefounds (beasiswa) sebagai langkah pertama dalam menjungjung harkat dan martabat bangsa, yang akhirnya membangkitkan semangat para pelajar STOVA (School tot Opleiding Van Indlandsche Artsen) dengan terbentuknya Budi Utomo pada tahun 1908.[3] Berdirinya organisasi ini dimotori oleh para pelajar STOVIA atau sekolah dokter pribumi di Batavia (sekarang Jakarta), yaitu Dr. Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembreg, Mohammad Saleh, Soelaeman dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908.[4] Organisasi ini bahkan merupakan organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia dan hari jadinya pada tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).[5] 
Lahirnya Budi Utomo juga didasari atas rasa kebangsaan, dimana kebangsaan tumbuh daripada para pelajar, sedangkan pada waktu itu Orang yang dapat membaca dan menulis baru 1,5% dari jumlah penduduk, jadi masih sangat sedikit. Soal kebangsaan hanya soal beberapa gelintir manusia terpelajar saja. Bahkan, karena itulah maka soal kebangsaan pada waktu itu perlu dibangkitkan, terutama di hati pelajar yang belum menyadarinya. Untuk sampai kepada rakyat, mereka harus dibebaskan terlebih dahulu dari buta huruf dan kepicikan berpikir.[6]
Organisasi ini berorientasi kepada gerakan Sosial, ekonomi, dan Kebudayaan. Namun gerakan ini tidak berorientasi kepada gerakan politik, karena saat itu gerakan politik dilarang oleh pemerintah Hindia-Belanda. Namun dalam pergerakan Budi Utomo ini hanya meliputi wilayah Pulau Jawa  dan Madura.
Budi Utomo yang menjelmakan gagasan untuk mencapai kemajuan dan perkembangan yang harmonis di Hindia Belanda serta memusatkan perhatian kepada perluasan pengajaran, perkembangan teknik dan industri, serta revivalisme budaya pribumi, tidak merupakan ancaman politik terhadap pemerintahan kolonial, sehingga anggaran dasamya segera disetujui pemerintah pada tanggai 28 Desember 1909.[7]


B.   Makna Kata Budi Utomo
Kata Budi Utamo (Budi Utomo) diambil oleh Soadji secara tidak sengaja dari kata-kata Soetomo kepada Dr. Wahidin, yaitu Punika Satunggaling padameulan sae sarta nelakakeun budi utami. Tetap menurut beberapa ahli bahwa arti kata Budi Utomo berasal dari kata Sansekerta, yaitu bodhi atau budhi, berarti “keterbukaan jiwa”,”pikiran”,” kesadaran”, “akal”, atau “pengadilan”. Tetapi juga bisa berarti “ daya untuk membentuk dan menjunjung konsepsi dan ide-ide umum”. Sementara itu, perkataan Jawa utomo berasal dari kata uttama, yang dalam bahasa Sansekerta berarti “ tingkat pertama” atau “ sangat baik.”[8]
C.  Tujuan Lahirnya Budi Utomo
Dr. Wahidin Sudirohusodo (1857-1917) merupakan penggagas sekaligus pembangkit semangat berdirinya Budi Utomo. Sebagai seorang lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden (setelah tahun 1900 dinamakan STOVIA), Wahidin adalah salah satu tokoh intelektual yang berusaha memperjuangkan nasib bangsanya. Pada tahun 1901 Dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi direktur sebuah majalah yaitu, Retnodhoemilah (Ratna yang berkilauan) yang diterbitkan dalam bahasa Jawa dan Melayu, Majalah ini terbit dikhususkan untuk kalangan priyayi. Hal ini mencerminkan perhatian seorang priyayi terhadap masalah-masalah dan status golongan priyayi itu sendiri. Ia juga berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan Barat.[9] Oleh karena itulah Budi Utomo hadir sebagai sarana atau gerakan untuk mencerdaskan bangsa agar bisa mencerdaskan nusa dan bangsa (Jawa dan Madura).
Gerakan kaum terpelajar tersebut akan membawa perubahan dalam struktur sosial sehingga kaum intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Lahirnya Pergerakan Nasional juga memberi arah kepada politik kolonial terutama sebagai kekuatan yang sadar akan nilai dan kekuatan sendiri, serta yang mempunyai cita-cita untuk hidup bebas.[10]

Tujuan awal dan utama dari lahirnya gerakan Budi Utomo adalah mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran terhadap kemajuan intelektual masyarakat pribumi di Jawa dan Madura. Dimana programnya lebih bersifat sosial, karena gerakan tersebut adalah gerakan yang diperbolehkan untuk lahir dan berkembang di Nusantara, karena gerakan yang bersifat politik dilarang dengan adanya aturan  yang ketat dari pihak pemerintah Hindia Belanda. Keberadaan Budi Utomo sebagai gerakan sosial yang konsen dalam bidang pendidikan sejalan dengan program yang sedang di jalankan oleh pemerintah Belanda yaitu politik balas budi atau lebih dikenal dengan politik ethis.[11]
Namun berdirinya gerakan ini tidak didukung oleh semua golongan priyayi. Hal ini disebabkan oleh kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau aristokrat yang takut apabila berdirinya gerakan tersebut dapat mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan yang dapat menjamin kepentingan mereka.[12]
Budi Utomo merupakan organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya dengan gerakan awal jangkauannya hanya terbatas pada Jawa dan Madura. Jangkauan wilayah yang terbatas ini, menjadikan Budi Utomo dianggap sebagai organisasi yang bersifat kedaerahan, karena salah satu programnya berbunyi “ de harmonische ontwikkeling van land en volk van Jawa en Madura”  (kemajuan yang harmonis bagi nusa Jawa dan Madura). Dengan demikian, mencerminkan kesatuan administrasi kedua pulau tersebut yang mencakup juga masyarakat Sunda yang kebudayaannya mempunyai kaitan dengan Jawa meski yang dipakai sebagai bahasa resmi organisasi adalah bahasa Melayu.[13]
Menjelang kongres pertama Budi Utomo yang dilaksanakan di Yogyakarta pada  tanggal 5 Oktober 1908, gerakan ini telah memiliki delapan cabang, yakni Jakarta, Bogor Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya dan Probolinggo. Dimana dalam kongres ini berhasil menetapkan tujuan organisasi Budi Utomo ialah ; kemajuan nusa dan bangsa di Jawa dan Madura  Menciptakan Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, tehnik , industri serta kebudayaan pribumi. Ketua pengurus besar yang pertama yang terpilih adalah R.T Tirtokusumo, yang juga merupakan bupati Karanganyar sedangkan anggota-anggota dari Pengurus Besar tersebut sebagian besar merupakan berasal dari dinas pegawai pemerintahan atau mantan pegawai pemerintahan dan Yogyakarta sebagai pusat organisasi.[14]
Hasil dari kongres di Yogyakarta tersebut adalah para Pengurus dan ketua organisasi didominasi oleh para pejabat generasi tua yang mendukung pendidikan yang semakin luas dikalangan priyayi dan mendorong pengusaha Jawa.[15]
Gerakan Budi Utomo akhirnya mendapatkan dukungan yang semakin luas dikalangan para Cendikiawan Jawa yang membuat para pelajar tersebut memberi kesempatan kepada golongan tua untuk memegang peranan yang lebih besar bagi gerakan ini. Ini dibuktikan dengan terpilihnya golongan tua sebagai pengurus dalam konggres Budi Utomo I di Yogyakarta. Ketua terpilih R.T Tirtokusumo, sebagai seorang bupati lebih memperhatikan reaksi daro pemerintah kolonial Belanda dibanding reaksi dari warga pribumi.[16]
Budi Utomo adalah sebuah gerakan yang ingin menyadarkan kedudukan Bangsa Jawa, Sunda, dan Madura pada diri sendiri dan berusaha mempertinggi akan kemajuan mata pencaharian serta penghidupan Bangsa disertai dengan jalan memperdalam keseniaan dan kebudayaan.[17] Selain itu Budi Utomo juga bertujuan untuk menjamin kehidupan sebagai Bangsa yang terhormat dengan menitik beratkan pada soal pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan atau secara tidak langsung menyatakan kemajuan bagi Bangsa Hindia dimana jangkuan geraknya terbatas pada Jawa dan Madura serta baru meluas untuk penduduk Hindia seluruhnya dengan tidak memperhatikan perbedaan ras, keturunan, kelamin, dan agama.[18]
Geliat gerakan Budi Utomo juga terlihat dengan media masa, seperti majalah Oedyana Para Prujitna Tijdschrift voor den vooruittlrevenden Javaan (Majalah untuk orang Jawa yang Ingin Maju) meskipun isi dari Majalah tersebut membahas tentang Pertania untuk masyarakat Pribumi, yang terbit perdana Pada Juni 1909 di bawah re­daksi Boenjamin yang baru saja menyele­saikan pendidikan dokternya. Dalam pengan­tar redaksinya, Boenjamin dengan bangga menamakan majalahnya “Majalah Nasional pertama untuk orang Jawa dan ditulis oleh orang Jawa”. Tujuan majalah ini adalah men­dorong kecintaan pada bahasa Jawa dan pe­ngembangan bahasa Jawa. Bahasa Jawa harus dikembangkan sedemikian rupa, sehingga dapai berfungsi di tengah kehidupan modem. Selain itu majalah dapat menjadi ajang bagi para penulis Jawa, dan menyampaikan pengeta­huan tentang Negeri Belanda kepada orang Jawa. Administrasi dan kegiatannya berada di bawah tanggungiawab Louis Petit. Majalah ini semula hanya disebarkan di Hindia. Sekitar Seribu eksemplar nomor perdananya dikirim ke sana. Namun sampai September 1910 hanya terbit lima edisi Jadi jelas, tujuannya sebagai majalah bulanan tidak tercapai. Louis Petit tidak berhasil memak­sa Boenjamin mengikuti jadwal waktu yang kelat. Pada Januari 1910 ia menulis kepada Boenjamin :
Namun baiklah saya ingatkan hal berikut: Ketika saya menegaskan bahwa penerbitan seperti penerbitan Para itu mes­tinya bisa berhasil, maka yang saya maksud ialah penerbitan yang tampil dengan teratur, dan bukan yang tampil hanya sesekali. Seperti terjadi dengan Para, di sini dapat saya pas­tikan bahwa yang kita hadapi sekarang adalah bayi yang lahir mati, juga jera t keuangan, dan unluk saya sendiri sumber tumpukan kerja dan usalha yang sia-sia. Tugasmulah di sini untuk melakukan perubahan. Percayalah, diagnosa yang saya buat ini sepenuhnya benar, dan sedang diuji dalam praktik."[19]
Setelah itu Boenjamin
Pada Tahun 1921 juga mulai terbil di Den Haag majalah Pintoe Perniagaan, tot bevordering van dc Export naar Ned. Indic (Pintu Per­niagaan, untuk Memajukan ekspor ke Hindia- Belanda). Majalah ini sejenis dengan majalah- majalah serupa sebelumnya, dimana mengejar tujuan para pendahulunya. Redaksi­nya diperkirakan dijalankan oleh orang-orang Belanda, tapi dengan bantuan orang Indo­nesia, seperti Noto Soeroto yang aktif menulis artikel-artikel yang berkelas.[20]
Dalam Peringatan Budi Utomo 20 Mei 1918 yang dilaksanaka di Den Haag, Belanda, Goenawan Mangoenkoesoemo menulis tinjauan sejarah yang banyak mengandung informasi, namun kurang menarik. Baginya jasa Budi Utomo tidak terletak dalam sum­bangan nyata yang telah diberikannya untuk melakukan perubahan, melainkan dalam menciptakan suasana kejiwaan bagi perubah­an itu sendiri.
“Ada memang alasan kita untuk merasa bersyukur, apalagi kalau sebentar lagi, dengan berakliirnya tanggai 20 Mei 1918, ketika ayam jantan dengan kokoknya memberitakan berakhirnya malam. dan ketika fajar tanggai 21 bulan ini merekah menembus lahir awan, Volksraad dibuka,” demikian disimpulkan oleh Goenawan.[21]
Soewardi memanfaatkan sumbangannya yang terpanjang untuk menjelaskan ke­dudukannya sendiri dalam hubungan dengan Budi Utomo. Di situ ia tunjukkan ciri-ciri garis Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indi­sche partij yang sudah dikenal. Kesendirian perjuangan nasional Jawa seperti diwakili oleh Budi Utomo di bidang budaya dan politik ia bahas panjang lebar. Bidang budaya yang diarahkan untuk menghidupkan kembali peradaban Jawa tidaklah diarahkan untuk melawan arus sejenis itu di kawasan-kawasan Hindia yang lain, melainkan berjalan sejajar dengannya. Di dalam politik. secara intuisi orang harus bicara tentang bagaimana bersama-sama melakukan perjuangan nasional Hindia untuk mengakhiri kekuasaan asing. Hanya satu minoritas kecil dalam Budi Utomo menjadi pembela Nasionalisme Jawa eklusif. Selanjutnya ia nilai bijaksana untuk memisahkan kegiatan budaya dengan ke­giatan politik, terutama untuk dapat memper­kokoh aksi budaya. Soewardi memperlilhatkan sikap yang sangat simpatik terhadap Budi Utomo.

Pada tahun 1928 Budi Utomo menambahkan suatu asas perjuangan yaitu “ikut berusaha melaksanakan cita-cita Bangsa Indonesia”. Dasar dari asas ini merupakan sebuah langkah maju, karena pada masa itu gerakan persatuan dan nasionalisme telah berkobar di tanah Nusantara. Penambahan asas tersebut merupakan bentuk dari penambahan luas gerakan Budi Utomo yang ingin memperluas ruang geraknya mencakupi seluruh Indonesia. Jadi gerakan yang awalnya hanya mencakup  Jawa dan Madura tetapi lebih luas lagi yakni bagi persatuan Indonesia. Walaupun pada awalnya Budi Utomo tidak berperan sebagai organisasi politik, namun dalam perjalanannya Budi Utomo terjun kepolitik. Hal ini terbukti pada tahun 1915 Budi Utomo ikut aktif dalam “Inlandsche Militie” dan waktu Volksraad dibentuk. Budi Utomo juga tergabung dalam “Radicale Concentratic” yakni persatuan aliran-aliran yang dicap kiri dalam Volksraad.

D.  Runtuhnya Budi Utomo
Runtuhnya organisasi budi Utumo yaitu pada tahun 1935, hal ini di sebabkan karena adanya tekanan terhadap pergerakan nasional dari pemerintah kolonial membuat Budi Utomo kehilangan wibawa, sehingga terjadi perpisahan kelompok moderat dan radikal dalam pengaruh Budi Utomo makin berkurang. Pada tahun 1935 organisasi ini bergabung dengan organisasi lain menjadi Parindra (Suhartono, 2001 : 31). [22]Sejak saat itu Budi Utomo terus mundur dari arena politik dan kembali kekeadaan sebelumnya. Dalam bukunya Pringgodigdo, (1998:2-3), menyebutkan bahwa keruntuhan Budi Utomo disebabkan karena adanya propaganda kemerdekaan Indonesia yang dilakukan Indische Partji berdasarkan ke Bangsaan sebagai indier yang terdiri dari Bangsa Indinesia, Belanda Peranakan, dan Tionghoa. Banyak orang yang memandang Budi Utomo lembek oleh karena menuju “kemajuan yang selaras buat tanah air dan Bangsa” serta terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk Bangsa Indonesia dari Jawa, Madura, Bali, dan Lombok yaitu daerah yang berkebudayaan Jawa semata-mata) meninggalkan Budi Utomo.
Berdirinya Muhamadyah mengakibatkan Budi Utomo kehilangan pengikut, dimana pengikut dari agama Islam tersedot oleh adanya Muhammadiyah, ditambah oleh Budi Utomo yang tidak mencampuri agama. Jadi Budi Utomo kehilangan kedudukan monopolinya yang menyebabkan timbulnya perkumpulan beraliran Indisch-Nasionalisme Radikal yang beraliran demokratis dengan dasar agama dan yang beraliran keinginan mengadakan pengajaran modern berdasarkan agama dan ke Bangsaan diluar politik. Beranjak dipemerintahan kolonial menyebut Budi Utomo sebagai tanda keberhasilan politik Etis dimana memang itu yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi progresif-moderta serta dikendalikan oleh para pejabat. Pejabat-pejabat Belanda lainnya mencurigai Budi Utomo atau menganggapnya sebagai gangguan potensial. Desember 1909 Budi Utomo dinyatakan sebagai organisasi sah. Adanya sambutan hangat dari Batavia menyebabkan banyak orang Indonesia tidak puas dengan pemerintah yang mencurigai itu.[23]



[1] Komaruddin Hidayat, Putut Widjanarko. 2008. Reinventing Indonesia: menemukan kembali masa depan bangsa. Jakarta Mizan. Hlm 588.

[2]  Antara lain dapat dibaca dalam Java Bode, tanggai 5 November 1906
[3] Sartono, Kartodirjo.1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia. Hlm 102.
[4] Gamal, Komandoko. 2008. Budi Utomo: Awal Bangkitnya Kesadarab Bangsa.Yogyakarta: MedPress.Hal 8.
[5] M. Nasruddin Anshoriy Ch,Djunaidi Tjakrawerdaya.2008 .Rekam Jejak Dokter Pejuang dan Pelopor Kebangkitan Nasional. LKIS. Hal 2.
[6] Slamet Muljana. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, Jilid I. Yogyakarta: LkiS. Hal 20.
[7] Nugroho Notosusanto, 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Hal 40.
[8] Gamal, Komandoko. 2008. Budi Utomo: Awal Bangkitnya Kesadarab Bangsa.Yogyakarta: MedPress.Hal 15 lihat juga Akira, Nagazumi.1989. Bangkitnya Nassionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Hal 58
[9] M.C Ricklefs.1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Hal 248-249
[10]  Op, Cit Nogroho Notosusanto. Hal 40
[11]Kansil,C.S.T.  dan Julianto.1988. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Erlangga. Hal 22-23
[12] Sartono, Kartodirjo.1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia. Hal 102-103
[13] Ibid Riclafs. 1991. Hal 24
[14] Priggodigdo, 1980. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat. Hal 1
[15] Ibid Ricklaft. 1991. Hal 250
[16] Op cit Nugroho Notosusanto, 1975:182
[17] Wirjosuparto Sujipto. 1958. Dari Lima Zaman Penjajhan Menuju Zaman Kemerdekaan. Jakarta: Indira. Hal 102
[18] Poesponegoro dan Notosusanto, 1992. Sejarah Indonesia V. Jakarta : Dian Rakyat. Hal 178
[19] Hary A. Poeze. 1989. Orang Indonesia di negeri Penjajah 1600-1950. KLTV: Lembaga Bahasa, Sejarah dan Antropologi. Hal 72
[20] Op, Cit Hary A. Poze. Hal 72
[21] Hary A. Poeze. 1989. Orang Indonesia di negeri Penjajah 1600-1950. KLTV: Lembaga Bahasa, Sejarah dan Antropologi. Hal 120

[22] Sartono, Kartodirjo.1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia. Hal 31
[23] Ibid Rickleffs Hal 250-251

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[url=https://www.auroramine.com/?ref=40416][img]https://www.auroramine.com/assets/images/banner/b2.gif[/img][/url]