A. Masa Kemunduran Kerajaan Turki
Utsmani (1289-1924 M)
Kerajaan Turki Utsmani yang bekuasa sejak abad ke
13, merupakan kerajaan yang didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang
mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina. Dalam jangka waktu tiga abad
mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Skitar abad kesembilan
atau kesepuluh mereka masuk Islam, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Namun
dibawah tekanan serangan Kerajaan Mongol mereka kemudian melarikan menuju
daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah saudara-saudar mereka
sendiri pada abad ke 13. Lalu dibawah kepemimpinan Erthogul, mereka mengabdikan
diri kepada Kerajaan Saljuk dibawah Sultan Allaudin II. Dari sinilah ketika
kekalahan Bani Saljuk kalah oleh Mongol dan Allaudin II pun terbunuh, Utsman pun mengambil alih kekuasaan yang telah vacum.
Disinilah dari nenek moyang mereka yang pertama yaitu Sultan Utsman ibnu Sauji
Ibnu Orthogol Ibnu Sulaiman Syah Ibnu Kia Alp, Kerajaan Turki Utsmani
berkembang.[1]
Setelah Sultan
Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Utsmani mulai memasuki fase
kemundurannya. Akan tetapi karena Turki Utsmani merupakan sebuah dinasti yang
sangat besar dan kuat, maka kemunduran yang terjadi tidak langsung berimbas
langsung pada kerjaan. Sultan Sulaiman Al-Qanuni yang digantikan oleh Salim II
(1566-1573 M). Dimana pada masa pemerintahan Salim II ini terjadi pertempuran
antara Armada laut Kerajaan Utsmani dengan pasukan Armada laut kristen, yang
terdiri dari angkatan laut Spanyol, Bundukia, Sir Paus, dan sebagian kapal para
pendeta Malta yang dipimpin oleh Don Juan dari Spanyol. Pertempuran laut itu
terjadi di Selat Liponto (Yunani), dalam pertempuran ini Armada laut Turki
mengalami kekalahan yang sangat besar dan mengakibatkan Tunisia direbut oleh
Pasukan Kristen. Kemudian baru pada masa Murad III
(1574-1595 M),
walaupun pada masa Sultan Murad ini memimpin memiliki sifat yang jelek dengan
memiliki hawa nafsu yang sangat besar, tetapi pada tahun 1575 M di bawah
kepemimpinanya Tunisia dapat di ambil alih kembali.[2] Kerajaan Turki Utsmani
berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M).
Turki Utsmani juga menagmbil alih kembal Tabriz, ibikota Safawi, menundukan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.[3] Namun akibat dari sifat Sultan yang jelek mengakibatkan munculnya banyak kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini juga semakin bertambah ketika Sultan Muhammad III (1595-1603 M) berkuasa dan membunuh 19 saudara laki-lakinya dan 10 janda-janda ayahnya, untuk kepentingan pribadinya.[4] Oleh sebab inilah Austria berhasil memanfaatkan situasi, berhasil mengalahkan Kerajaan Utsmani. Setelah Sultan Muhammad III digantikan oleh Sultan Ahmad I (1603-1617 M), sempat berhasil kembali berjaya. Namun karena kejayaan turki Utsmani di mata bangsa Eropa telah mengalami kemunduran membuat Kerajaan Turki Utsmani tidak bisa berbuat banyak. Sultan Ahmad I pun digantikan oleh Sultan Mustafa I (1617-1618 M). Dimana pada masa pemerintahannya semua kekacauan dan gejolak politik yang ada didalam negeri membuatnya harus turun tahta dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Syeikh Al-Islam dan digantikan oleh Usman II (1618-1622 M). Meskipun telah digantikan oleh Sultan Usman II, Sultan belum bisa memperbaiki keadaan Turki Usmani. Sampai akhirnya bangsa Persia terlepas dari Kerajaan turki Utsmani karena berbalik dan menyerang untuk melepaskan diri dari wilayah kekuasaanya.[5] Karena kekuasaan Usman di tumbangkan oleh pasukan Jenissari, kekuasaan diambil alih kembali oleh Mustfa I (1622-1623 M).
Turki Utsmani juga menagmbil alih kembal Tabriz, ibikota Safawi, menundukan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.[3] Namun akibat dari sifat Sultan yang jelek mengakibatkan munculnya banyak kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini juga semakin bertambah ketika Sultan Muhammad III (1595-1603 M) berkuasa dan membunuh 19 saudara laki-lakinya dan 10 janda-janda ayahnya, untuk kepentingan pribadinya.[4] Oleh sebab inilah Austria berhasil memanfaatkan situasi, berhasil mengalahkan Kerajaan Utsmani. Setelah Sultan Muhammad III digantikan oleh Sultan Ahmad I (1603-1617 M), sempat berhasil kembali berjaya. Namun karena kejayaan turki Utsmani di mata bangsa Eropa telah mengalami kemunduran membuat Kerajaan Turki Utsmani tidak bisa berbuat banyak. Sultan Ahmad I pun digantikan oleh Sultan Mustafa I (1617-1618 M). Dimana pada masa pemerintahannya semua kekacauan dan gejolak politik yang ada didalam negeri membuatnya harus turun tahta dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Syeikh Al-Islam dan digantikan oleh Usman II (1618-1622 M). Meskipun telah digantikan oleh Sultan Usman II, Sultan belum bisa memperbaiki keadaan Turki Usmani. Sampai akhirnya bangsa Persia terlepas dari Kerajaan turki Utsmani karena berbalik dan menyerang untuk melepaskan diri dari wilayah kekuasaanya.[5] Karena kekuasaan Usman di tumbangkan oleh pasukan Jenissari, kekuasaan diambil alih kembali oleh Mustfa I (1622-1623 M).
Kerajaan
Turki Utsmani mulai mengalami perbaikan secara signifikan pada masa
pemerintahan Sultan Murod IV (1623-1640 M), dengan cara melakukan
langkah-langkah perbaikan dalam hal menyusun dan menertibkan pemerintahan.
Sultan Murod IV juga berhasil menenangkan keadaan dalam negeri dan juga
berhasil menguasai pasukan jenissari yang pernah menumbangkan pemerintahan
Sultan Utsman II. Akan tetapi masa kekuasaan Sultan Murod IV berakhir sebelum
situasinya berhasil membaik secara menyeluruh.
Sultan
Murod IV kemudian digantikan oleh Sultan Ibrahim (1640-1648 M). Namun pada masa
pemerintahan Sultan Ibrahim, Turki Utsmani kembali mengalami kemunduran lagi.
Pada tahun 1645, orang-orang Venetia melakukan perlawanan dan berhasil mngusir
orang-orang Turki Utsmani dari Cyprus dan Creta. Kekalahan itu membuat Muhammad
Koprulu (nama daerah di Kopru dekat Amasia di asia Kecil) menjadi seorang wazir
atau Shadr Al-A’zham (perdana menteri) diberikan kekuasaan yang absolut.[6]Muhammad Kopru mengembalikan
peraturan dan berhasil mengonsolidasikan stabilitas dan keuangan negara.[7]
Muhammad
Kopru meninggal pada tahun 1661 M, yang kemudian jabatanya di pegang oleh
Ibrahim. Ibrahim yang menyangka bahwa pasukan Militernya sudah kuat kembali,
melakukan penyerbuan ke wilayah Hongaria dan mengancam Vienna, akan tetapi
perhitungannya meleset dan membuat kekalahan secara berturut-turut.[8]
Pada tahu
1683, Turki Utsmani melakukan
penyerangan ke benteng Wina, namun mengalami kekalahan yang membuat bangsa
Eropa merasa bahwa Kerajaan Turki Utsmani telah benar-benar lemah. Oleh karena
itu, bangsa Eropa melakukan serangan-serangan terhadap Kerajaan Turki utsmani,
yang membuat wilayah Turki Utsman yang besar mulai terlepas sedikit demi
sedikit dikuasai oleh bangsa Eropa.[9]
Akibat
dari kegagalan merebut kota Wina pada tahun 1683 itulah yang membuat peranan
Kerajaan Turki Utsmani berubah di medan perang, dan dari saat itulah Kerajaan
turki utsmani hanya mampu melakukan pertahanan dari serangan luar, dan tidak
berdaya melaukan penyerangan.[10]
Pada tahun
1699 M, terjadi perjanjian “Karlowith” yang membuat Sultan harus menyerahkan
seluruh wilayah hongaria, sebagian besar Solvenia dan Kroasia kepada Hapsburg
dan hemenietz. Sedangkan Podolia, Ukraina, morea, dan sebagian Dalmatia kepada
orang-orang Venetia.[11] Pada tahun 1770, tentara
Rusia mengalahkan Armada kerajaan Usmani disepanjang pantai Asia kecil. Akan
tetapi tentara Rusia ini dapat dikalahka kembali oleh Sultan Mustafa III
(1757-1774).
Sultan Abd
Al-Hamid (1774-1789 M), merupakan saudara Mustafa III yang juga sebagai
penggantinya yang lemah, membuat Usmani
kembali merosot. Tidak lama setelah naik tahta di daerah “Kutluk Kinarja”, ia
melakukan perjanjian dengan Ratu Catrine II dari Rusia. Dengan nama perjanjian
“Kinarja” yang berisi: 1. Kerajaan Turki utsmani harus memberikan
benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia, dan harusm memberi izin
terhadap Armada Rusia untuk melintasi selat
yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih, dan 2. Kerajaan Utsmani
mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).[12]
Serangan
yang di tukan terhadap Kerajaan Turki Utsmani tidak hanya datang dari Eropa,
melainkan juga datang dari Timur, seperti di Mesir kelemahan-kelamahan Kerajaan
Utsmani membuat Mamalik bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey pada
tahu 1770 M, Mamalik berhasil berkuasa kembali di Mesir, sampai datangnya
Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun 1798 M.
Kekacaun
ini bukan hanya datang dari luar, tetapi juga datang dari dalam negeri sendiri,
yaitu munculnya pemberontakan-pemberontaka oleh sebagian besar wilyah yang
ingin terlepas dari Kerajaan Turki Utsmani. Sampai akhirnya kerajaan Turki Usmani hanya
sebatas wilayah Turki saat ini dan menjadi Negara Republik pada tahun 1924 M.[13]
B. Faktor-Faktor Penyebabkan Kemunduran
Kerajaan Turki Utsmani
1.
Wilyah
Kekuasaan yang Sangat Luas
Administrasi suatu wilayah negara
yang sangat luas akan membuat wilayahnya sangat luas dan komplek. Ditambah
keadaan negara yang tidak kondusif serta penguasa yang memiliki ambisi besar
memperluas wilayahnya, membuat aliran dana tersedot untuk peperangan, bukan
untuk membangun negara yang lebih besar potensinya.[14]
2.
Heterogenitas
Penduduk
Turki Utsmani yang memiliki wilayah
kekuasaan yang sangat besar membuat penduduk yang mendiami wilyah tersebut
memiliki keaneka ragaman baik itu dari segi budaya, agama, etnis, dan ras.
Dimana untuk mengatur ke heterogenitas tersebut memerlukan suatu sistem yang terorganisir
dengan baik. Tanpa didukung dengan Administrasi yang baik, hal ini membuat
Turki Utsmani hanya menaggung beban yang berat
akibat hal tersebut. Apalagi dalam bidang budaya dan agama, yang sering
sekali membuat bnyak peperangan.
3.
Kelemahan
Para Penguasa
Setelah wafatnya sultan Sulaiman
Al-Qonuni, para Sultan selanjutnya merupakan Sultan yang sangat lemah, baik
dalam keperibadian bahkan dalam kepemimpinanya. Akibatnya pemerinthan menjadi
kacau dan tidak dapat diatasi kembali secara sempurna.
4.
Budaya
pungli
Budaya ini adalah budaya yang telah
lama ada di dalam kerajaan turki Utsmani, dimana setiap orang yang akan
mendapatkan jabatan harus memberikan “bayaran” (sogokan) kepada orang yang akan
memberikan jabatan tersebut.
5.
Pemberontakan
Tentara jenissari
Adanya pemberontakan tentara
Jenissari paada tahu 1525 M, 1632 M, 1727, dan 1826 M yang merupakan tentara
terkuat Turki Utsmani, yang sering menjadi penentu kemenagan Kerajaan Turki
Utsmani.
6.
MerosotnyaEekonomi
Belanja Negara semakin terkuras
untuk biaya perangn yang terus berlangsung. Sehingga membuat perekonomian
merosot.
7.
Terjadinya
Stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Teknologi
Akibat dari cara berpikir yang kolot
dan tradisional, membuat Ilmu pengetahuan dan teknologi kurang berkembang.
Akhirnya karena meskipun Militer Turki Utsmani yang sangat maju, namun apabila
tanpa dibarengi dengan kemajuan Ilmu dan Teknologi membuat kerajaan ini tidak
kuat melawan bangsa eropa yang telah maju dalam hal Ilmu dan Teknologi khusunya
persenjataan. Stagnasinya ilmu pengetahuan ini sendiri dikarenakan adanya
pemikiran yang bersifat tasauf yang dibawa oleh pemikiran filsafat Imam
Al-Ghazali yang membuat menurunya semangat berfikir bebas.
C.
Implikasi
Terhadap Prospek Islam di Dunia
Akibat dari kemundurannya Kerajaan Turki Islami, bahkan membawa
pada Kehancurannya, menyebabkan pada masa selanjutnya, Islam berada dalam
tekan-tekan yang tanpa segan menjajah dan menduduiki daerah-daaerah Muslim yang
dulunya berada dibawah kekuasaan kerajaan turki Utsmani.[15]
Sampai saat ini, dampak dari kehancuran Kerajaan turki Utsmani masih membuat
wilayah-wilayah Islam dan kaum Muslimin ada dalam tekanan orang-orang Barat.
Secara spesifik dapat dijelaskan
bahwa Islamyang sebelumnya jaya mengalami kemunduran. Islam lebih bersifat
reaksioner terhadap kemajuan barat. Oleh karena itu penguasaan yang dilakukan
barat membuka kembali mata umat Islam untuk melakukan transformasi dan kembali
melakukan pemikiran-pemikiran serta membuka pintu Ijtihad seluas-luasnya.
[1]
Badri Yatim.2008. Sejarah Peradaban Islam Dirasyah Islamiyah II. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, hlm. 129-130.
[2] Dedi
Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung: Pustaka Setia. Hlm 163
[3]
Dikutip oleh Yatim dalam Hassan Ibrahim,
Hassan.1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota kembang, hlm
328.
[4]
Carl Brockmann.1982. History of Islamic Peoples. London: routledge &
Kegan Paul, hlm 328.
[5]
Badri Yatim.2008. Sejarah Peradaban Islam Dirasyah Islamiyah II. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, hlm. 164.
[6] Hassan
Ibrahim, loc. Cit.
[7] Ibid.,
hlm 165
[8] Dedi
Supriyadi, op. Cit. Hlm 250.
[9] L.
Stodard., Loc. cit. hlm.26
[10] Philip
k. Hitti. Loc. Cit 240.
[11] Hasan
Ibrahim Hassan., Op. Cit. Hlm 340
[12] Carl
Brockelmann, op. Cit., Hlm. 336
[13] Ibid,
hlm. 166.
[14] Ahmad
Syalabi. 1988. Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Utsmani.
Jakarta: Kalam Mulya, hlm. 49-50.
[15] Yatim.
Op., cit. Hlm 169.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar