A. Lahirnya Budi Utomo
Lahirnya gerakan Budi Utomo pada tahun 1908
sejalan dengan keadaan pada awal abad 20, dimana pada awal abad ini wilayah
Asia telah terjadi semangat nasionalisme yang membara seperti yang terjadi di
Cina pada tahun 1911.[1]
Dengan moto untuk
meningkatkan martabat rakyat, Dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa di
Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi rendahan, dalam tahun 1906 dan 1907
mulai mengadakan kampanye di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Walaupun kampanye
tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, hasilnya tetap ada, seperti di
daerah Jawa Tengah sendiri sejak itu terbuka kemungkinan adanya kerja sama di
antara pejabat pribumi.[2]
Gagasan berdirinya Budi Utomo diawali saat Dr.
Wahidin Sudirohusodo pada tahun 1906-1907 yang melakukan
perjalanan Propagandanya dengan menggagas berdirinya Studiefounds (beasiswa) sebagai langkah pertama dalam menjungjung
harkat dan martabat bangsa, yang akhirnya membangkitkan semangat para pelajar
STOVA (School tot Opleiding Van
Indlandsche Artsen) dengan terbentuknya Budi Utomo pada tahun 1908.[3]
Berdirinya organisasi ini dimotori oleh para pelajar STOVIA atau sekolah dokter
pribumi di Batavia (sekarang Jakarta), yaitu Dr. Soetomo, Goenawan
Mangoenkoesoemo, Goembreg, Mohammad
Saleh, Soelaeman dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908.[4] Organisasi ini bahkan merupakan
organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia dan hari jadinya pada tanggal
20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).[5]
Lahirnya Budi Utomo juga didasari atas rasa kebangsaan, dimana kebangsaan tumbuh daripada para
pelajar, sedangkan pada waktu itu Orang yang dapat membaca dan menulis baru 1,5%
dari jumlah penduduk, jadi masih sangat sedikit. Soal kebangsaan hanya soal
beberapa gelintir manusia terpelajar saja. Bahkan, karena itulah maka soal
kebangsaan pada waktu itu perlu dibangkitkan, terutama di hati pelajar yang
belum menyadarinya. Untuk sampai kepada rakyat, mereka harus dibebaskan
terlebih dahulu dari buta huruf dan kepicikan berpikir.[6]
Organisasi ini berorientasi kepada gerakan Sosial,
ekonomi, dan Kebudayaan. Namun gerakan ini tidak berorientasi kepada gerakan
politik, karena saat itu gerakan politik dilarang oleh pemerintah
Hindia-Belanda. Namun dalam pergerakan Budi Utomo ini hanya meliputi wilayah
Pulau Jawa dan Madura.
Budi Utomo yang menjelmakan gagasan untuk mencapai
kemajuan dan perkembangan yang harmonis di Hindia Belanda serta memusatkan
perhatian kepada perluasan pengajaran, perkembangan teknik dan industri, serta
revivalisme budaya pribumi, tidak merupakan ancaman politik terhadap
pemerintahan kolonial, sehingga anggaran dasamya segera disetujui pemerintah
pada tanggai 28 Desember 1909.[7]
B. Makna Kata Budi Utomo
Kata Budi Utamo (Budi Utomo)
diambil oleh Soadji secara tidak sengaja dari kata-kata Soetomo kepada Dr.
Wahidin, yaitu Punika Satunggaling
padameulan sae sarta nelakakeun budi utami. Tetap menurut beberapa ahli
bahwa arti kata Budi Utomo berasal dari
kata Sansekerta, yaitu bodhi atau budhi, berarti
“keterbukaan jiwa”,”pikiran”,” kesadaran”, “akal”, atau “pengadilan”. Tetapi
juga bisa berarti “ daya untuk membentuk dan menjunjung konsepsi dan ide-ide
umum”. Sementara itu, perkataan Jawa utomo berasal dari kata
uttama, yang dalam bahasa Sansekerta berarti “ tingkat pertama” atau “ sangat
baik.”[8]
C. Tujuan Lahirnya
Budi Utomo
Dr. Wahidin Sudirohusodo
(1857-1917) merupakan penggagas sekaligus pembangkit semangat berdirinya Budi Utomo.
Sebagai seorang lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden (setelah tahun 1900 dinamakan STOVIA), Wahidin adalah salah
satu tokoh intelektual yang berusaha memperjuangkan nasib bangsanya. Pada tahun
1901 Dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi direktur sebuah majalah yaitu, Retnodhoemilah (Ratna
yang berkilauan) yang diterbitkan dalam bahasa Jawa dan Melayu, Majalah ini
terbit dikhususkan untuk kalangan priyayi. Hal ini mencerminkan perhatian
seorang priyayi terhadap masalah-masalah dan status golongan priyayi itu
sendiri. Ia juga berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan Barat.[9]
Oleh karena itulah Budi Utomo hadir sebagai sarana atau gerakan untuk
mencerdaskan bangsa agar bisa mencerdaskan nusa dan bangsa (Jawa dan Madura).
Gerakan kaum terpelajar tersebut
akan membawa perubahan dalam struktur sosial sehingga kaum intelektual akan
mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Lahirnya Pergerakan
Nasional juga memberi arah kepada politik kolonial terutama sebagai kekuatan
yang sadar akan nilai dan kekuatan sendiri, serta yang mempunyai cita-cita
untuk hidup bebas.[10]
Tujuan awal dan utama dari
lahirnya gerakan Budi Utomo adalah mengusahakan perbaikan pendidikan dan
pengajaran terhadap kemajuan intelektual masyarakat pribumi di Jawa dan Madura.
Dimana programnya lebih bersifat sosial, karena gerakan tersebut adalah gerakan
yang diperbolehkan untuk lahir dan berkembang di Nusantara, karena gerakan yang
bersifat politik dilarang dengan adanya aturan yang ketat dari pihak
pemerintah Hindia Belanda. Keberadaan Budi Utomo sebagai gerakan sosial yang
konsen dalam bidang pendidikan sejalan dengan program yang sedang di jalankan
oleh pemerintah Belanda yaitu politik balas budi atau lebih dikenal dengan politik
ethis.[11]
Namun berdirinya gerakan ini
tidak didukung oleh semua golongan priyayi. Hal ini disebabkan oleh kaum
priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau aristokrat yang takut apabila
berdirinya gerakan tersebut dapat mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang
menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan yang dapat menjamin kepentingan
mereka.[12]
Budi Utomo merupakan organisasi
pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya dengan gerakan awal
jangkauannya hanya terbatas pada Jawa dan Madura. Jangkauan wilayah yang
terbatas ini, menjadikan Budi Utomo dianggap sebagai organisasi yang bersifat
kedaerahan, karena salah satu programnya berbunyi “ de harmonische
ontwikkeling van land en volk van Jawa en Madura” (kemajuan yang
harmonis bagi nusa Jawa dan Madura). Dengan demikian, mencerminkan kesatuan
administrasi kedua pulau tersebut yang mencakup juga masyarakat Sunda yang
kebudayaannya mempunyai kaitan dengan Jawa meski yang dipakai sebagai bahasa
resmi organisasi adalah bahasa Melayu.[13]
Menjelang kongres pertama Budi Utomo yang
dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal
5 Oktober 1908, gerakan ini telah memiliki delapan cabang, yakni Jakarta, Bogor
Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya dan Probolinggo. Dimana dalam
kongres ini berhasil menetapkan tujuan organisasi Budi Utomo ialah ; kemajuan nusa
dan bangsa di Jawa dan Madura Menciptakan
Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama dalam memajukan
pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, tehnik , industri serta
kebudayaan pribumi. Ketua pengurus besar yang pertama yang terpilih adalah R.T
Tirtokusumo, yang juga merupakan bupati Karanganyar sedangkan anggota-anggota
dari Pengurus Besar tersebut sebagian besar merupakan berasal dari dinas pegawai
pemerintahan atau mantan pegawai pemerintahan dan Yogyakarta sebagai pusat
organisasi.[14]
Hasil dari kongres di Yogyakarta
tersebut adalah para Pengurus dan ketua organisasi didominasi oleh para pejabat
generasi tua yang mendukung pendidikan yang semakin luas dikalangan priyayi dan
mendorong pengusaha Jawa.[15]
Gerakan Budi Utomo akhirnya mendapatkan
dukungan yang semakin luas dikalangan para Cendikiawan Jawa yang membuat para
pelajar tersebut memberi kesempatan kepada golongan tua untuk memegang peranan
yang lebih besar bagi gerakan ini. Ini dibuktikan dengan terpilihnya golongan
tua sebagai pengurus dalam konggres Budi Utomo I di Yogyakarta. Ketua terpilih
R.T Tirtokusumo, sebagai seorang bupati lebih memperhatikan reaksi daro
pemerintah kolonial Belanda dibanding reaksi dari warga pribumi.[16]
Budi Utomo adalah sebuah gerakan yang ingin menyadarkan kedudukan Bangsa Jawa, Sunda, dan Madura
pada diri sendiri dan berusaha mempertinggi akan kemajuan mata pencaharian
serta penghidupan Bangsa disertai dengan jalan memperdalam keseniaan dan
kebudayaan.[17] Selain itu Budi Utomo
juga bertujuan untuk menjamin kehidupan sebagai
Bangsa yang terhormat dengan menitik beratkan pada soal pendidikan, pengajaran,
dan kebudayaan atau secara tidak langsung
menyatakan kemajuan bagi Bangsa Hindia
dimana jangkuan geraknya terbatas pada Jawa dan Madura serta baru meluas untuk
penduduk Hindia seluruhnya dengan tidak memperhatikan perbedaan ras, keturunan,
kelamin, dan agama.[18]
Geliat gerakan Budi Utomo juga
terlihat dengan media masa, seperti majalah Oedyana
Para Prujitna Tijdschrift voor den vooruittlrevenden Javaan (Majalah
untuk orang Jawa
yang Ingin Maju) meskipun isi dari Majalah tersebut membahas tentang Pertania
untuk masyarakat Pribumi, yang terbit perdana Pada
Juni 1909
di bawah redaksi Boenjamin yang baru saja menyelesaikan pendidikan dokternya.
Dalam pengantar redaksinya, Boenjamin dengan bangga menamakan majalahnya “Majalah Nasional pertama untuk orang Jawa
dan ditulis oleh orang Jawa”. Tujuan majalah ini adalah mendorong
kecintaan pada bahasa Jawa dan pengembangan bahasa Jawa. Bahasa Jawa harus
dikembangkan sedemikian rupa, sehingga dapai berfungsi di tengah kehidupan
modem. Selain itu majalah dapat menjadi ajang bagi para penulis Jawa, dan
menyampaikan pengetahuan tentang Negeri Belanda kepada orang Jawa.
Administrasi dan kegiatannya berada di bawah tanggungiawab Louis Petit. Majalah
ini semula hanya disebarkan di Hindia. Sekitar Seribu eksemplar nomor
perdananya dikirim ke sana. Namun sampai September 1910 hanya terbit lima edisi
Jadi jelas, tujuannya sebagai majalah bulanan tidak tercapai. Louis Petit tidak berhasil memaksa
Boenjamin mengikuti jadwal waktu yang kelat. Pada Januari 1910 ia menulis
kepada Boenjamin :
“Namun baiklah saya
ingatkan hal berikut: Ketika saya menegaskan bahwa penerbitan seperti
penerbitan Para itu mestinya bisa berhasil, maka yang saya maksud ialah
penerbitan yang tampil dengan teratur, dan bukan yang tampil hanya sesekali.
Seperti terjadi dengan Para, di sini dapat
saya pastikan bahwa yang kita hadapi sekarang adalah bayi yang lahir mati,
juga jera t keuangan, dan
unluk saya sendiri sumber tumpukan kerja dan usalha yang sia-sia. Tugasmulah di
sini untuk melakukan perubahan. Percayalah, diagnosa yang saya buat ini
sepenuhnya benar, dan sedang diuji dalam praktik."[19]
Setelah itu Boenjamin
Pada Tahun 1921 juga mulai terbil di Den Haag majalah
Pintoe Perniagaan, tot bevordering van dc Export
naar Ned. Indic (Pintu Perniagaan, untuk Memajukan
ekspor ke Hindia- Belanda). Majalah ini sejenis dengan majalah- majalah serupa
sebelumnya, dimana mengejar tujuan para pendahulunya. Redaksinya diperkirakan
dijalankan oleh orang-orang Belanda, tapi dengan bantuan orang Indonesia,
seperti Noto Soeroto
yang aktif menulis artikel-artikel yang berkelas.[20]
Dalam Peringatan Budi Utomo 20 Mei
1918 yang dilaksanaka di Den Haag, Belanda, Goenawan Mangoenkoesoemo menulis tinjauan sejarah yang banyak
mengandung informasi, namun kurang menarik. Baginya jasa Budi Utomo tidak terletak dalam sumbangan
nyata yang telah diberikannya untuk melakukan perubahan, melainkan dalam
menciptakan suasana kejiwaan bagi perubahan itu sendiri.
“Ada memang alasan kita
untuk merasa bersyukur, apalagi kalau sebentar lagi, dengan berakliirnya
tanggai 20 Mei 1918, ketika ayam jantan dengan kokoknya memberitakan
berakhirnya malam. dan ketika fajar tanggai 21 bulan ini merekah menembus
lahir awan, Volksraad dibuka,”
demikian disimpulkan oleh Goenawan.[21]
Soewardi
memanfaatkan sumbangannya yang terpanjang untuk menjelaskan kedudukannya
sendiri dalam hubungan dengan Budi Utomo. Di situ ia tunjukkan ciri-ciri garis Budi Utomo,
Sarekat Islam, dan Indische partij yang sudah dikenal. Kesendirian
perjuangan nasional Jawa seperti diwakili oleh Budi Utomo di
bidang budaya dan politik ia bahas panjang lebar. Bidang budaya yang diarahkan
untuk menghidupkan kembali peradaban Jawa tidaklah diarahkan untuk melawan arus
sejenis itu di kawasan-kawasan Hindia yang lain, melainkan berjalan sejajar
dengannya. Di dalam politik. secara intuisi orang harus bicara tentang
bagaimana bersama-sama melakukan perjuangan nasional Hindia untuk mengakhiri
kekuasaan asing. Hanya satu minoritas kecil dalam Budi Utomo menjadi pembela Nasionalisme
Jawa eklusif. Selanjutnya ia nilai bijaksana untuk memisahkan kegiatan budaya
dengan kegiatan politik, terutama untuk dapat memperkokoh aksi budaya.
Soewardi memperlilhatkan sikap yang sangat simpatik terhadap Budi Utomo.
Pada tahun 1928 Budi Utomo
menambahkan suatu asas perjuangan yaitu “ikut berusaha melaksanakan
cita-cita Bangsa Indonesia”. Dasar
dari asas ini merupakan sebuah langkah maju, karena pada masa itu gerakan
persatuan dan nasionalisme telah berkobar di tanah Nusantara. Penambahan asas
tersebut merupakan bentuk dari penambahan luas gerakan Budi Utomo yang ingin
memperluas ruang geraknya mencakupi seluruh Indonesia. Jadi gerakan yang
awalnya hanya mencakup Jawa dan Madura
tetapi lebih luas lagi yakni bagi persatuan Indonesia. Walaupun pada awalnya
Budi Utomo tidak berperan sebagai organisasi politik, namun dalam perjalanannya
Budi Utomo terjun kepolitik. Hal ini terbukti pada tahun 1915 Budi Utomo ikut
aktif dalam “Inlandsche Militie” dan waktu Volksraad dibentuk. Budi
Utomo juga tergabung dalam “Radicale Concentratic” yakni persatuan
aliran-aliran yang dicap kiri dalam Volksraad.
D. Runtuhnya Budi Utomo
Runtuhnya organisasi budi Utumo
yaitu pada tahun 1935, hal ini di sebabkan karena adanya tekanan terhadap
pergerakan nasional dari pemerintah kolonial membuat Budi Utomo kehilangan
wibawa, sehingga terjadi perpisahan kelompok moderat dan radikal dalam pengaruh
Budi Utomo makin berkurang. Pada tahun 1935 organisasi ini bergabung dengan
organisasi lain menjadi Parindra (Suhartono, 2001 : 31). [22]Sejak
saat itu Budi Utomo terus mundur dari arena politik dan kembali kekeadaan
sebelumnya. Dalam bukunya Pringgodigdo, (1998:2-3), menyebutkan bahwa keruntuhan Budi Utomo disebabkan
karena adanya propaganda kemerdekaan Indonesia yang dilakukan Indische Partji
berdasarkan ke Bangsaan sebagai indier yang terdiri dari Bangsa Indinesia,
Belanda Peranakan, dan Tionghoa. Banyak orang yang memandang Budi Utomo lembek
oleh karena menuju “kemajuan yang selaras buat tanah air dan Bangsa” serta
terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk Bangsa Indonesia dari Jawa, Madura,
Bali, dan Lombok yaitu daerah yang berkebudayaan Jawa semata-mata) meninggalkan
Budi Utomo.
Berdirinya Muhamadyah mengakibatkan
Budi Utomo kehilangan pengikut, dimana pengikut dari agama Islam tersedot oleh
adanya Muhammadiyah, ditambah oleh Budi Utomo yang tidak mencampuri agama. Jadi
Budi Utomo kehilangan kedudukan monopolinya yang menyebabkan timbulnya
perkumpulan beraliran Indisch-Nasionalisme Radikal yang beraliran demokratis
dengan dasar agama dan yang beraliran keinginan mengadakan pengajaran modern
berdasarkan agama dan ke Bangsaan diluar politik. Beranjak dipemerintahan
kolonial menyebut Budi Utomo sebagai tanda keberhasilan politik Etis dimana
memang itu yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi progresif-moderta
serta dikendalikan oleh para pejabat. Pejabat-pejabat Belanda lainnya
mencurigai Budi Utomo atau menganggapnya sebagai gangguan potensial. Desember
1909 Budi Utomo dinyatakan sebagai organisasi sah. Adanya sambutan hangat dari
Batavia menyebabkan banyak orang Indonesia tidak puas dengan pemerintah yang
mencurigai itu.[23]
[1] Komaruddin Hidayat, Putut Widjanarko. 2008. Reinventing Indonesia: menemukan kembali masa depan bangsa. Jakarta Mizan. Hlm 588.
[2] Antara lain dapat dibaca dalam Java Bode, tanggai
5 November 1906
[3] Sartono, Kartodirjo.1999. Pengantar
Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT
Gramedia. Hlm 102.
[4] Gamal, Komandoko. 2008. Budi Utomo: Awal
Bangkitnya Kesadarab Bangsa.Yogyakarta: MedPress.Hal 8.
[5] M. Nasruddin Anshoriy Ch,Djunaidi Tjakrawerdaya.2008 .Rekam Jejak Dokter Pejuang dan
Pelopor Kebangkitan Nasional. LKIS. Hal 2.
[6] Slamet Muljana. 2008.
Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, Jilid I. Yogyakarta: LkiS. Hal 20.
[7] Nugroho Notosusanto, 1975. Sejarah Nasional
Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Hal 40.
[8] Gamal, Komandoko. 2008. Budi Utomo: Awal Bangkitnya
Kesadarab Bangsa.Yogyakarta: MedPress.Hal 15 lihat juga Akira, Nagazumi.1989. Bangkitnya
Nassionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: PT Pustaka Utama
Grafiti. Hal 58
[9] M.C Ricklefs.1991. Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Hal 248-249
[10] Op, Cit
Nogroho Notosusanto. Hal 40
[11]Kansil,C.S.T.
dan Julianto.1988. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan
Indonesia. Jakarta: Erlangga. Hal 22-23
[12] Sartono, Kartodirjo.1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah
Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia. Hal 102-103
[13] Ibid Riclafs. 1991. Hal 24
[14] Priggodigdo, 1980. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat. Hal 1
[15] Ibid Ricklaft. 1991. Hal 250
[16] Op cit Nugroho Notosusanto, 1975:182
[17] Wirjosuparto Sujipto. 1958. Dari Lima Zaman Penjajhan Menuju Zaman
Kemerdekaan. Jakarta: Indira. Hal 102
[18] Poesponegoro dan Notosusanto, 1992. Sejarah Indonesia V. Jakarta :
Dian Rakyat. Hal 178
[19] Hary A. Poeze. 1989. Orang Indonesia di negeri Penjajah 1600-1950.
KLTV: Lembaga Bahasa, Sejarah dan Antropologi. Hal 72
[20] Op, Cit Hary A. Poze. Hal 72
[21] Hary A. Poeze. 1989. Orang Indonesia di negeri Penjajah 1600-1950.
KLTV: Lembaga Bahasa, Sejarah dan Antropologi. Hal 120
[22] Sartono, Kartodirjo.1999. Pengantar
Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT
Gramedia. Hal 31
[23] Ibid Rickleffs Hal 250-251
Tidak ada komentar:
Posting Komentar